Konservasi Burung Berkicau di Taman Safari Prigen
By editor
IND  |  Fri - October 11, 2019 7:08 am  |  Article Hits:14304  |  A+ | a-
Di balik rindangnya pepohonan di Taman Safari Prigen, terdengar samar-samar alunan merdu kicauan burung yang saling bersahutan. Di situlah, berdiri pusat konservasi burung berkicau yang diklaim sebagai terluas di Asia. Namanya, Prigen Conservation Breeding Ark (PCBA).

Melalui PCBA, Taman Safari Prigen ingin ikut berpartisipasi dalam menyelamatkan ratusan spesies burung berkicau yang terancam punah. PCBA mulai berdiri sejak 2016 di atas lahan seluas 4 hektar. PCBA sendiri berawal dari keinginan Taman Safari Indonesia (TSI) Group untuk menyelamatkan aneka jenis burung berkicau di Indonesia. Gayung bersambut, Stephan Bulk, seorang WNA asal Jerman juga punya kepedulian yang sangat besar terhadap populasi burung berkicau di Indonesia.

Singkat cerita, dipilihlah lahan di dalam Taman Safari Prigen untuk membangun fasilitas konservasi burung berkicau. Stephan Bulk lantas menjadi kurator program konservasi ini. Maret 2017, PCBA secara resmi mulai mengupayakan breeding/pengembangbiakkan burung-burung berkicau. “Suasana di Prigen sangat cocok untuk proses breeding,” ungkap Stephan.

Selama 2,5 tahun berdiri, menurut Stephan, PCBA berjalan cukup baik, meski ada beberapa pekerjaan rumah yang belum selesai dikerjakan. “Kami sudah memiliki 3 bangunan yang sudah selesai dibangun,” ujar Stephan. Menurut Stephan, sekitar 65 persen pembangunan fasilitas PCBA telah berdiri untuk menunjang kegiatan konservasi burung berkicau.

Rencananya, PCBA akan dibuka untuk umum. Namun, nantinya tak sembarang orang bisa mengunjungi PCBA. Sebab, menurut Stephan, justru dengan terlalu banyak pengunjung, burung-burung berkicau yang ditampungnya tersebut akan merasa stress dan terganggu. Karena, pada dasarnya PCBA dibangun benar-benar untuk menyelamatkan sebagian spesies burung berkicau yang terancam punah. Oleh karena itu, kalau pun nanti PCBA terbuka untuk umum, menurut Stephan, maka jumlah pengunjungnya harus dibatasi seminimal mungkin.


PCBA tidak bekerja sendiri. Selama ini donasi berasal dari berbagai lembaga baik dalam maupun luar negeri. Salah satunya adalah KASI (Konservasi Alam Satwa Indonesia), sebuah lembaga nirlaba dari Taman Safari Indonesia (TSI) Group yang konsisten mengampanyekan konservasi di Indonesia. Selain itu, ada beberapa kebon binatang dari berbagai negara yang ikut menyumbangkan donasi ke PCBA. Semuanya sepakat untuk membantu kampanye ‘Silent Forest’, gerakan untuk menyelamatkan hutan dari kesunyian akibat berkurangnya populasi burung berkicau. Saat ini, PCBA menampung sebanyak 200-an ekor burung berkicau dari 20 spesies berbeda, seperti murai hijau Jawa, jalak sayap hitam, Bali myna, bulbul, gelatik Jawa, dan lain-lain.

Menurut Stephan, kondisi songbird di Indonesia masih lebih baik ketimbang negara asalnya, Jerman. Di Jerman, hanya tersisa 1 persen hutan alam. Sehingga, keberadaan burung berkicau benar-benar hampir punah. Sementara itu, Indonesia masih memiliki lahan hutan yang bisa dipertahankan demi keberlangsungan satwa-satwa, termasuk salah satunya adalah burung berkicau.

Selain deforestasi (berkurangnya hutan), menurut Stephan, praktik jual beli burung berkicau juga turut memberi dampak negatif terhadap populasi burung berkicau. Tak jarang, Stephan dan timnya harus turun ke pasar-pasar burung demi menyelamatkan spesies burung sudah terancam punah, seperti Jalak Bali, Bulbul, dan lain-lain. “No forest, no songbird!” ujar Stephan. (fjr/tsi)
Top