Taman Safari Bogor Kembangkan Biogas dan Kompos dari Kotoran Satwa
By editor
IND  |  Tue - July 2, 2019 2:48 am  |  Article Hits:11918  |  A+ | a-
Sebagai lembaga konservasi, tentunya Taman Safari Indonesia (TSI) bertanggungjawab penuh terhadap satwa-satwa yang dirawatnya. Termasuk dalam mengelola kotoran yang dihasilkan oleh ribuan satwa penghuni TSI.

Dengan banyaknya kotoran yang dihasilkan tiap hari, TSI pun berusaha memanfaatkannya untuk biogas dan kompos. Hampir semua kotoran satwa bisa dimanfaatkan untuk biogas, kecuali kotoran gajah yang lebih banyak mengandung nitrogen dan lebih cocok untuk kompos atau bahan kertas daur ulang. Di Taman Safari Bogor, pengelolaan kotoran satwa sudah berlangsung sejak lama.   

“Kompos ini sebenarnya simpel, tanpa bahan pengawat dan bahan kimia,” ungkap Mukdor Khasani, Kepala Bagian Pertamanan dan Kebersihan Taman Safari Bogor. Menurutnya, membuat kompos hanya cukup membolak-balikkan kotoran satwa di dalam wadah bak. Taman Safari Bogor sendiri memiliki 34 bak, masing-masing berukuran 2 x 2 meter untuk menampung kotoran satwa.

Seminggu sekali kotoran tersebut dibolak-balik agar merata. Proses ini berlangsung selama 1,5 bulan. Dalam sebulan Taman Safari Bogor mampu menghasilkan pupuk kompos sebanyak 16 ton. Kompos kasar digunakan untuk menyuburkan tanaman dan pepohonan di area Taman Safari Bogor. Sementara itu, yang berbentuk halus dikemas dalam kemasan 2 kg. Nah, kemasan kompos 2 kg inilah yang kemudian dijual ke masyarakat dengan harga Rp 5 ribu per kemasan.

Pengolahan pupuk kompos ini sudah dilakukan Taman Safari Bogor sejak tahun 1990. Sejak awal, Mukdor-lah yang bertanggungjawab dalam memproduksi kompos. Selain pembuatan kompos, Mukdor juga aktif mengembangkan biogas dari kotoran satwa. Tak jauh dari lokasi Safari Poo Paper, terdapat sebuah lubang dengan kedalaman 3 meter. “Ini lubang, tempat kotoran dimasukkan,” ujar Mukdor.    

Lubang tersebut mampu menampung kotoran sebanyak 90 kg. Lalu ditambah dengan air 90 liter. “Supaya ini bisa menjadi bentuk bubur,” kata Mukdor yang sudah bekerja di Taman Safari Bogor sejak 1989 ini. Alasan ditambahkan air, karena kebanyakan kotoran dari satwa-satwa di TSI memiliki tekstur keras. “Karena kebanyakan satwa-satwa di sini makan rumput dan pelet, jadi keras,” ungkap Mukdor. Setelah menjadi bubur, kotoran tersebut dimasukkan ke dalam penampungan tertutup di bawah tanah. Dari situlah, keluar biogas yang tersalurkan melalui pipa penghubung.

“Untuk saat ini, kami baru menggunakannya sebagai bahan bakar kompor untuk merebus campuran bahan Safari Poo Paper,” cerita Mukdor. Sebenarnya, biogas ini bisa digunakan bagi segala kebutuhan di Taman Safari Bogor. Namun sayangnya, menurut Mukdor, lokasi penampungan kotoran bahan biogas haruslah berdekatan dengan kompor penggunanya. Itulah yang jadi kesulitan dalam pemanfaatan biogas.

Biogas dan kompos, hanya sedikit dari sekian banyak bukti bahwa TSI Group benar-benar serius dalam merawat dan melindungi satwa-satwanya. Sehingga, sekecil apapun yang berkaitan dengan satwa di TSI bisa dimanfaatkan demi kampanye Go Green dan konservasi. Bahkan, kotoran satwa yang mungkin menjadi hal paling menjijikkan bagi sebagian orang, ternyata banyak manfaatnya. (fjr)           
Top