Mengenal Lebih Dekat Elang Jawa, Satwa yang Dijadikan Simbol dan Lambang Negara Indonesia
By Editor Bogor II
bogorpromo |
Mon - September 30, 2024
11:46 am
|
Article Hits:102281
| A+ |
a-
Elang Jawa di Taman Safari Bogor. (*)
BOGOR- Sudahkah Sahabat Satwa tahu jika lambang negara kita yakni Garuda Pancasila diinisiasi dari satwa Elang Jawa? Yuk, mari kita ulas dan mengenal dekat Elang Jawa.
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) merupakan spesies elang berukuran sedang dari keluarga Accipitriadae dan genus Nisaetus yang merupakan endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda.
Elang ada yang memiliki tubuh sedang sampai besar dengan panjang tubuh antara 60-70 cm. Sedangkan kepala berwarna cokelat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm), dan tengkuk yang cokelat kekuningan.
Ketika terbang, Elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung tampak lebih kecokelatan dengan perut terlihat lebih gelap serta berukuran sedikit lebih kecil. Sedikit banyak suaranya mirip elang brontok meski ada perbedaan dalam nadanya.
Sesuai dengan namanya, persebaran elang jawa hanya terdapat di sekitar Pulau Jawa. Keberadannya bisa ditemui di Ujung Barat (Taman Nasional Ujung Kulon) sampai ujung timur (Semenanjung Blambangan Purwo) Pulau Jawa. Tetapi burung ini hanya terbatas di wilayah hutan primer dan daerah peralihan antara daratan rendah dan pegunungan. Sementara itu satwa ini berspesialisasi hidup di kawasan berlereng. Meski memiliki bola mata yang kecil, burung ini mempunyai tatapan tajam untuk menaklukan mangsa.
Dari atas ketinggian, elang akan mengikuti gerak-gerik mangsa. Lalu dengan sigap dan tangkas, dia akan menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun di atas tanah. Mulai dari tupai, bajing, kalong, musang sampai anak monyet akan menjadi santapannya.
Pada tahun 1898 seorang bernama EP Rillwitz mengirim spesimen elang jawa dari Gunung Gede, Jawa Barat ke Amerika Serikat. Dirinya punya kepentingan karena menganggap elang itu istimewa, pasalnya memiliki jambul. Pada awalnya kurator di museum New York mengindentifikasi sang elang sebagai elang brontok.
Tetapi sejak Maz Bartels yang diteruskan E Stresemaann – ahli burung dari Belanda dan Jerman – yang meneliti lebih dalam di awal abad ke 20, elang Jawa lalu ditempatkan sebagai spesies terpisah. Sebagai bentuk penghormatan, atas jasa Bartels yang dianggap penemu, pada 1907 spesies elang baru ini dinamai bartelsi.
VP Life and Sains Taman Safari Indonesia, drh. Bongot Huaso Mulia, MSc. mengatakan, burung ini dikenal sebagai satwa dirgantara dengan daya jelajah yang luas. Sehingga, sarang elang bisa ditemukan di wilayah luar TNGGP. Elang Jawa juga senang hidup di pohon yang tinggi menjulang agar dapat digunakan untuk mengincar mangsa atau sebagai sarang.
“Umumnya sarang akan ditemukan di pohon yang tembuh di lereng dengan kemiringan sedang sampai curam dengan dasar lembah memiliki anak sungai. Hal ini berhubungan dengan kesempatan memperoleh mangsa dan memelihara keselamatan anak,” jelasnya.
Seperti lumba-lumba, anjing, beo dan kakaktua, elang termasuk hewan yang pintar. Menurut Bongot, semua raptor pada dasarnya cerdas. Bila kemampuan anjing diukur dari ketajaman penciuman, elang lebih pada ketajaman penglihatan.
“Memang dibandingkan manusia, mata elang 8 kali lebih tajam. Hal ini berhubungan dengan ukuran lobus olfaktori -bagian otak- yang mengatur penglihatan dan penciuman. Karena ini elang dapat melihat tikus pada jarang 1 km secara jelas bak memakai teropong,” jelasnya.
Sejatinya nasib elang tergolong masih bagus. Selain dianggap sebagai lambang pemersatu, sehingga dijadikan lambang negara Indonesia dan Amerika Serikat. Di berbagai belahan dunia, burung ini dijadikan tradisi. Seperti lomba karapan sapi di Madura, ada juga kontes adu balap elang diselenggarakan di Provinsi Bayan Ulgii, Mongolia pada awal Oktober. Pemenangnya diputuskan dari burung yang paling cepat hinggap di tangan pemilik setelah dlepaskan dari jarak 1,5 km.
Dalam berbagai literatur sebaran Elang Jawa di Pulau Jawa memang luas, penelitian menyebutkan burung ini ditemukan di Jawa Tengah seperti Daratan Tinggi Dieng, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu. Sementara di Jawa Timur, dijumpai di Gunung Bromo, Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri.
Tetapi bedasarkan catatan LSM Raptor Conservation Society (RSC) Jawa Barat dan Banten pada 2007, separuh dari total populasi yaitu 700-800 induvidu elang jawa menetap di 2 provinsi di sebelah barat Jawa itu. Tetapi penyebaran elang jawa kini hanya terdapat di hutan dataran tinggi. Pasalnya kondisi ini terjadi karena banyak hutan dataran rendah yang hilang. Padahal dalam literatur, pada awal 1990 an banyak yang menyebut elang jawa juga ada di dataran rendah.
Sementara itu populasi elang yang dinyatakan sebagai simbol nasional oleh Peraturan Pemerintah No. 4/1993 ini sulit naik karena sedikitnya telur yang dihasilkan. Bayangkan para betina dewasa hanya mampu bertelur sebutir tiap 2 tahun.
Walau tergolong populasi yang minim, elang jawa dan kelompok elang lain bisa menjadi indikator lingkungan. Elang memang umumnya hidup di hutan alami yang masih jauh dari sentuhan tangan manusia. Saking sensitifnya terhadap perubahan. Burung ini bisa berpindah tempat ketika mencium kehadiran manusia.
Jelita dan Parama Dilepasliarkan 30 Januari 2023
Pada 30 Januari 2023 lalu, Taman Safari Bogor bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dengan dukungan PT. Smelting akan melepasliarkan dua ekor Elang Jawa yakni Jelita (betina) dan Parama (jantan). Setelah dilepasliarkan, 6 bulan ke depan pergerakannya masih akan terus dimonitor Taman Safari Bogor dengan supervisi KLHK RI. (*)
(Humas TSI Bogor/*)
#TamanSafariIndonesia #TSIBogor
#PiknikBogor #WisataBogor
#DestinasiBogor #WisataPuncak
#ElangJawa #CintaiElangJawa
Top