Konservasi Harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia
By editor
IND |
Mon - March 18, 2019
6:34 am
|
Article Hits:28067
| A+ |
a-
Tahukah Anda, bahwa harimau Sumatera adalah satu-satunya subspesies harimau di Indonesia yang masih bertahan. Kedua saudara tuanya, harimau Jawa dan harimau Bali sudah dinyatakan punah pada tahun 1970 dan 1937.
Saat ini, diperkirakan jumlah harimau Sumatera tak lebih dari 400-an ekor saja, menurun drastis ketimbang 10-20 tahun lalu. Penyebabnya tak lain dan tak bukan, adalah berkurangnya habitat, tempat mereka tinggal. Akibatnya, harimau Sumatera semakin sering menampakkan diri di pemukiman dan perkebunan warga. Alhasil, konflik pun sering terjadi.
Di satu sisi, warga menganggap harimau Sumatera yang masuk ke wilayah pemukiman merupakan ancaman yang perlu dilawan. Sehingga pada akhirnya, jumlah harimau terus berkurang.
Baca juga: Mencegah Harimau Sumatera dari Kepunahan!
Nah, untuk memastikan harimau Sumatera tidak bernasib sama dengan kedua saudaranya itu, Taman Safari Indonesia (TSI) mengambil beberapa langkah cepat;
- Mendirikan Pusat Pengembangbiakan Harimau Sumatera
Ini adalah rumah bagi harimau Sumatera liar yang berhasil diselamatkan. Sebagian dari mereka dalam kondisi cacat, akibat dari jebakan yang dibuat manusia tak bertanggungjawab. Tujuan didirikan pusat breeding harimau Sumatera ini adalah untuk konservasi, penelitian, dan pengembangan teknologi serta edukasi bagi masyarakat umum. Di sini pula, hadir bank sperma yang di TSI, demi menjaga keanekaragaman genetik harimau Sumatera.
- Rescue, Rehabilitation, and Release
Pada periode 2008-2015, TSI telah melepasliarkan 7 ekor harimau Sumatera ke habitat liarnya. TSI juga sukses menyelamatkan Bimo, seekor harimau Sumatera pada 12 Februari 2012 yang menjadi korban konflik dengan manusia di Riau. Ada pula Dara, seekor harimau Sumatera betina yang berhasil diselamatkan di Bengkulu pada 2012, meski salah satu anggota tubuhnya terpaksa diamputasi gara-gara jeratan pemburu. Kabar terakhir pada 2017, Dara berhasil dikawinkan dengan pejantan dan melahirkan 2 anak di TSI.
Pada 2018, Taman Safari Indonesia melakukan kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Cornell University, New York, Amerika Serikat. Kerja sama tersebut berupa studi awal tentang Canine Distemper Virus (CDV) melalui Teknik Penetralan Virus. Perlu diketahui, CDV merupakan penyakit pada satwa yang menyerang saluran pencernaan, pernapasan, dan sistem saraf pusat. (fjr)
Top